STRATEGI DAN KOMUNIKASI PEMASARAN DALAM MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN SEBUAH PRODUK PERUSAHAAN
(Study kasus pada pasar toiletries bayi)
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Bagi sebuah keluarga, kehadiran seorang bayi senantiasa dipenuhi dengan suasana sambutan yang penuh segala suka cita. Tentu saja karena seorang bayi merupakan asset masa depan peradaban yang mengharuskan kita berdaya upaya untuk menjaga dan merawatnya. Ia adalah titipan Tuhan kepada kita untuk meneruskan eksistensi kemanusiaan.
Tidak bisa tidak, maka segala kebutuhan mereka pun merupakan sesuatu yang harus diusahakan dengan sungguh-sungguh supaya sesuai dengan tabiat mereka yang masih lemah. Termasuk di dalamnya kosmetik bayi atau yang lebih dikenal dengan toiletries bayi itu, yang pada akhirnya menjadi sebuah suatu keniscayaan.
Di sinilah letak strategis toiletries sebagai komoditas atau barang yang mempunyai nilai ekonomis. Para produsen toiletries, kemudian bermunculan. Pemain lama yang telah malang melintang puluhan tahun ratusan tahun pun bahkan harus tetap waspda dengan hadirnya pendatang baru yang tiba-tiba menjadi ancaman serius. Maka, genderang perang pun senantiasa bertalu.
Johnson & Johnson (JJ) sebagai pemain lama yang telah berada di pasaran ratusan tahun, dalam kurun waktu terakhir harus berbagi pasar dengan saudara mudanya: Zwitsal, Cussons, Pigeon dan terakhir adalah bayi ajaib Cuddle. Masing masing perusahaan terus berusaha untuk menampilkan produk yang semakin berkualitas, dengan harga yang murah dan dengan sistem jaringan pemasaran atau distribusi yang terus-menerus diperbaharui.
Hal ini menyebabkan munculnya ilmu strategi dan komunikasi pemasaran yang juga senantiasa berkembang dan terus-menerus memperbaiki diri.
Makalah ini akan mencoba menelusuri pertempuran sengit itu ditinjau dari perspektif disiplin ilmu komunikasi pemasaran.
II. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas kemudian akan dirumuskan permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini.
Rumusan masalah itu berupa tiga pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana strategi pemasaran perusahaan?
2. Program komunikasi pemasaran seperti apa yang dilakukan perusahaan? Dan
3. Perilaku konsumen seperti apa yang harus diketahui perusahaan terhadap pasar sasarannya?
III ANALISA
A. Landasan Teoritis
Komunikasi pemasaran dalam makalah ini dipahami sebagai dialog yang berkesinambungan diantara pembeli dan penjual di dalam sebuah pangsa pasar. Ia meliputi tahapan pengolahan produksi, penyampaian pesa-pesan melalui satu atau lebih saluran, kepada sekelompok khalayak sasaran secara berkesinambunagan (Noor Saleh, 1).
Salah satu tujuan dasar komunikasi adalah terjadinya destinasi atau perubahan sikap dan perilaku seperti yang diinginkan komunikator dalam hal ini pemasar, yaitu terjadinya transaksi jual beli.
Strategi pemasaran sendiri meliputi empat langkah yang disebut juga dengan bauran pemasaran (marketing mix) dengan notasi rumus 4P/4C. Orientasi 4 P meliputi, orientasi produc (produk), orientasi price (harga), orientasi promotion (promosi) dan orientasi place (tempat atau distribusi) dengan asumsi akan terjadi empat C. Consumer Satisfaction atau kepuasan konsumen, Cost Reduction atau pengurangan biaya produksi yang akan berimplikasi terhadap harga yang murah, kemudian Communication (komunikasi) yang baik antara konsumen dan pemasar (produsen) serta terakhir, Convenience atau penempatan/display yang tepat dengan distribusi yang lancar.
Jika seluruh bauran pemasaran itu sudah betul, maka diharapkan akan terjadi proses pengambilan keputusan si konsumen untuk membeli suatu produk di satu sisi dan terpenuhinya kebutuhan dan kepuasan konsumen di sisi yang lain..
Proses pembuatan keputusan si individu konsumen itu setidaknya bisa dibedakan menjadi dua:
ANALISA I
Proses pembuatan keputusan si individu konsumen itu setidaknya bisa dibedakan menjadi dua:
1. Pada konsumen dengan keterlibatan tinggi (hight involvement)
Dalam mengahadapi konsumen ini, komunikator pemasaran (iklan) bertujuan supaya:
a. Mudah mempengaruhi konsumen karena ada proses kognitif dan evaluasi merk.
b. Manfaat produk dapat diarahkan pada segmen sasaran.
c. Mudah mengubah siakp terhadap merek.
d. Konsument terlebh dahulu percaya terhadap merek (kognitif)
e. Mengevalussi merek(afeksi).
f. Membuat keputusan (konatif/perilaku)
Dari beberapa poin tujuan itu diharapkan akan tejadi implikasi strategis, yaitu pemasar harus mengarahkan konsumen pada kesadaran pengetahuan menyukai, lebih suka, memilih dan kemudian membeli.
2. Perilaku konsumen dengan keterlibatan rendah (low involvement)
Dalam menghadapi konsumen ini, komunikator pemasaran (iklan) bertujuan supaya:
a. Perilaku konsumen yang bertindak tanpa berpikir merek terlebih dahulu.
b. Konsumen tidak aktif mencari informasi..
c. Konsumen membeli merek produk yang banyak diingat melalui iklan.
d. Kepuasan terhadap merek produk karena rangsangtan iklan.
Dari beberapa tujuan dan karakter konsumen itu, maka pemasaran diharapkan menyadari terhadap implikasi strategis yang timbul di berbagai aspek, yaitu:
1. Iklan
- Sebaiknya iklan dibuat berdurasi pendek dalam frekuensi
- Penjelasan manfaat produk tidak bertele-tele.
- Pesan iklan menekankan pada aspek peripheral (bukan hal yang pokok).
- Isi pesan tidak penting
- Konsumen akan tertarik pada pelengkap dari iklan.
- Media yang digunakan tv dan radio.
- Iklan sebaiknya diguanakan untuk membedakan dengan produk lain.
2. Posisi produk
Diposisikan pada pentingnya manfaat
3. Harga
Konsumen lebih senang harga murah, misalnya dengan discount
4. Kondisi di toko
- Tata letak produk lebih mudah dilihat pengunjung
- Tata letak yang menarik
Salah seorang pakar pemasaran, Kotler, menyatakan "adalah penting untuk melakukan apa yang secara strategis benar daripada apa yang mampu menghasilkan laba dengan segera" (Philip Kotler, 73). Artinya, belanja iklan yang terkesan tidak ada kaitannya dengan proses produksi barang, terlebih lagi bila ditinjau dari segi pembengkakan biaya produksi, haruslah direncanakan dengan hati-hati dan matang. Ia kemudian mengemukakan langkah-langkah utama dalam proses pemasaran yang meliputi delapan langkah yaitu: penjabaran misi bisnis, analisis lingkungan eksternal, analisis lingkungan internal, formulasi sasaran, formulasi strategi, formulasi program dan implementasi kemudian terakhir umpan balik dan pengendalian. (Kotler, 87)
Di samping itu isi sebuah rencana pemasaran juga amat menentukan masa depan perusahaan. Rencana pemasaran ini meliputi delapan bagian, yaitu:
1. Ikhtisar eksekutif dan daftar isi yang menyajikan sajian singkat tentang rencana yang diusulkan.
2. Situasi pemasaran terkini, yang menyajikan data dan latar belakang yang relevan mengenai penjualan, biaya, laba, pasara, pesaing, distribusi dan lingkungan makro.
3. Analisa peluang dan isu, yang mengidentifkasi peluang dan/ancaman terutama, kekuatan/kelemahan, dan isu-isu yang dihadapi oleh produk.
4. Tujuan, yang menetapkan sasaran-sasaran rencana pemasaran dan finansial berdasarkan volume penjualan, pangsa pasar dan laba.
5. Strategi pemasaran, yang menyajikan pendekatan pemasaran luas yang akan digunakan untuk mencapai tujuan rencana.
6. Program tindakan yang menyajikamn program pemasran khusus yang dirancang untuk mencapai tujuan bisnis.
7. Proyeksi laporan laba rugi, yang menyajikan peramalan hasil finansial yang diharapkan dalam rencana itu.
8. Pengendalian yang menunjukkan bagaimana rencana dipantau.(Kotler, 102)
Dalam telaah managemen strategis yang lain, analisa strategi pemasaran dan komunikasi biasanya dibedakan menjadi tiga fase. Pertama, adalah apresiasi lingkungan eksternal dan internal tempat perusahaan beroperasi. Kedua, adalah pilihan dari strategi agar sesuai dengan lingkungan, dan ketiga adalah implementasi yang dipilih di dalam perusahaan. Pemilihan strategi harus ditentukan oleh lingkungan bisnis dimana perusahaan beroperasi, dan tidak mungkin membuat pilihan strategi yang masuk akal jika tidak ada suatu analisis cara yamg dengannya strategi alternatif akan diimplementasikan (Ensyklopedia ilmu-ilmu Humaniora, hal 1057).
Institusi pasar memainkan peran krusial dalam mengalokasikan sumber daya dan mendistribuasikan penghasilan di hampir semua perekonomian, dan juga membantu menentukan distribuasi pengaruh politik, sosial, dan intelektual.
Dalam wacana ini ada baiknya disinggung sepintas tentang pasar dan mekanisme pasar. Apakah pasar itu sebuah institusi yang senantiasa efektif dan maksimal atau malah tidak sempurna? Discourse ini menjadi salah satu wacana yang paling mendasar dalam bidang pemasaran, karena ia berhubungan dengan struktur makro dibidang sosial, budaya, ekonomi dan intelektual.
Di negara-negara maju, keraguan mengenai efisiensi pasar untuk menjamin perubahan structural yang dinamis telah difokuskan pada sejarah perusahaan-erusahaan besar, terutama di Amerika Serikat. Misalnya pada karya Coase (1960) dan lain-lain yang mengarah pada identifikasi berbagai biaya transaksi yang dapat menghambat penyusunan kontrak (contractual arrangement) yang semestinya menjadi dasar pasar kompetitif, dan memberikan suatu kerangka untuk menganalisa institusi-institusi sebagai subtitusi pasar-pasar yang hilang disuatu lingkungan yang mengandung banyak resiko, pasar tidak sempurna, informasi tidak lengkap dan kekakcauan moral. Sehingga dalam kalimat Williamson (1981) sudah saatnya perusahaan-perusahaan besar dipandang sebagai alternatif untuk pasar, bukan pelaku monopoli tapi 'instrumen efisiensi' yang dapat mengkoordinasi aktifitas ekonomi yang diperlukan untuk perubahan structural dan teknologi secara cepat melalui tangan yang kelihatan (visible hand) dari perusahaan yang jauh lebih efektif dari pada lewat tangan yang tsk kelihatan (invisible hand) dari pasar.
Pada kenyataannya, munculnya perubahan teknik yang cepat dan pertumbuhan dinamis, khususnya di Jepang, Korea dan Taiwan, dipandang sebagai hasil dari managemen atau pengelolaan suatu negara yang berkembang dan bukan merupakan kerja mekanisme pasar. Hal ini menimbulkan situasi paradoks dimana bahwa perekonomian dengan pasar yang tampak kurang kompetetitif justru mempunyai kinerja luar biasa yang menyamai Amerika Serikat yang mengidealkan persaingan bebas lewat mekanisme pasar. (Ensi Ilmu Human 610).
Oleh karena itu telaah dan analisis komunikasi pemasaran sesungguhnya tidak bisa tidak untuk menoleh kepada mazhab atau aliran pemikiran tentang pasar itu sendiri. Apakah komunikasi pemasaran itu berada dalam system pasar bebas ataukah pasar yang terkontrol oleh institusi negara.
ANALISA II
B. Analisa Kasus Strategi Pemasaran Perusahaan
Seperti telah disinggung dalam landasan teoritis dimuka, strategi pemasaran perusahaan setidaknya mengandung beberapa hal, sesuai dengan rumusan 4P/4C.
Pada orientasi tentang produk, semua perusahaan produsen toiletries berusaha menghadirkan produk dengan kualitas yang sebaik-baiknya. Produk di usahakan mempunyai bentuk, sifat, citra, warna, kemasan (packing), garansi (layanan purna jual) yang sebagus-bagusnya yang pada akhirnya seluruh upaya perbaikan dan penyempurnaan produk ini ditujukan agar tercapai kepuasan pembeli (consumnet satisfaction).
Dalam hal ini, nampakanya Johnson & Johnson (JJ) menempati peringkat atas dibanding kompetitior lainnya. Menurut Djoko Tata Ibrahim, mantan Presdir PT. Tigaraksa Satria Yang menangani distribusi produk toiletries bayi JJ, "pertimbangan seorang ibu memilih produk buat bayi lebih mengutamakan keamanan, kualitas, dan reputasi produsennya". Selanjutnya Leonard Tcahyadi, konsultan senior PT. Peka Sadtra Adhika, menyatakan bahwa keamanan produk memang telah menjadi pencitraan terhadap JJ semenjak dahulu. "Orang mengaggap produk JJ lebih mengarah ke factor kesehatan, jadi lebih aman. Soalnya, JJ lebih dikenal sebagai perusahaan farmasi." Data peta pasar sesuai survey SRI, JJ menguasai 35,3% pangsa pasar bedak. Peringkat kedua dengan 25 % untuk produk sabun.
Sementara menurut SRI pada bulan januari 1993, JJ menguasai 24,4% pasar sampo. Sedang MARS melaporkan bahwa di tahun 1994 di lima kota besardi Indonesia, JJ menguasai 24% pasar sabun setara dengan Zwitsal.
Selanjutnya, Orientasi Price (harga)
Tidak semua produsen atau perusahaan toiletries berpernag habis-habisan pada ranah price ini, Penampilan paling kalem di tampilkan Cussons. Bedak cussons misalnya, yang berisi 80 gram harganya hanya Rp. 485, sedang kan Zwitsal dengan ukuran yang sama menjualnya dnegan harga Rp. 750, bedak Cuddle Rp. 675, dan JJ 75 gram harganya Rp. 595. Dengan strategi harga yang miring dibandingkan kometitornya dan malah ditambah aroma parfum yang lebih kuat, membuat Cussonn ini bsa menguasai pasaran menengah ke bawah.
Pada orientsi Promotion, nampaknya si pendatang baru, Cuddle, memang bertekat menggepur kompetitor dan melakukan penetrasi pasar lewat berbagai belanja iklan di media televisi, radio dan surat kabar yang mencapai angka tertinggi. Survey Risearch Indonesia (SRI), pada periode Januari - Mei 1994 misalnya, telah menghabiska dana iklan sebesar Rp. 2,13 milliar. Dengan perincian 45, 6 % untuk beriklan toiletries bayi atau setara dengan Rp. 2, 064 milliar yang dialokasikan untuk iklan seluruh kategori iklan di televisi, sedangkan sisanya untuk beriklan beberapa kategori produk (baby oil, baby powder dan sabun) di majalah. Tampaknya ini menjadi strategi komunikasi utama Unilever sebab, Cuddle harus menghadapu pesaing yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun berada di pasaran.
Menghadapi gempuran ini, JJ sebagai pemain lama tentu saja tidak tinggal diam. Ia pun melakukan langkah serangan balasan dengan memunculkan iklan-iklan yang kian sering di televisi. Pada lima bulan pertama tahun 1994, menurut SRI, JJ telah membelanjakan iklan sebanyak 1,11 milliar rupiah. Rinciannya meliputi, iklan di televisi untuk semua jenis produk JJ Rp. 601,8 juta dan untuk shampoo bayi sebesar Rp. 468 juta, serta dimajalah sebesar Rp. 39, 925 juta rupiah.
JJ memang harus berjuang ekstra keras menghadapi serbuan Cuddle, kaarena tidak seperti Zwitsal yang masih mempunya produk lain berupa semir sepatu "Kiwi" dan keduanya merupakan produksi dan menjadi tulang punggung PT. Prodenta Indonesia, tpiletries bayi memang satu-satunya tulang punggung JJ. "Jadi, saya rasa yang mati-matian mempertahankan hidup untuk menghadapi Cuddle adalah JJ," ujar Djoko Tata Ibrahim. Walau tak segencar JJ dan Cuddle, Zwitsal masih melakukan kegatan promosi langsungn dimedia massa (abpve the line). Pada periode yang sama Zwitsal menghabiskan dana Rp. 184, 53 juta. Sekitar rp. 110, 8 juta dipakai untuk beriklan di TV.
Bila dalam kegiatan promosi langsung terjadi pertempuran yang sengit diantara Cuddle dan JJ, maka di bidang promosi tidak langsung (below the line) Zwitsal berusaha mencuri point. Aktifitas below the line sebagai penunjang ilan di televisi dicoba intensifkan, seperti memberi hadiah boneka atau menyelenggarakan kontes bayi sehat.
Memasuki orientasi Place agar terjadi ketepatan dan kemenarikan produk, seluruh pemain berlomba untuk membuat kemasan yang semenarik mungkin. Cuddle misalnya, menawarkan paket penjualan dengan hadiah boneka panda kecil. Pada saat ulang tahun Unilever ke-60, Cuddle membuat program paket hadiah bagi bayi yang lahir pada hari ulang tahun Unilever tersebut. JJ pun tsk mau ketingglaan. Pada hari jadi yang ke-100, JJ membuat loba foto ibu dan anak dengan tema kasih-sayang. JJ pun royal membagikan souvenir, seperti lalender untuk ibu. Selain itu JJ juga aktif brpromosi di klinik-klinik bersalin, terutama untuk kelas menengah-atas, dengan membagikan produk secara cuma-cuma.
C. PROGRAM KOMUNIKASI PEMASARAN
Program pemasaran sesungguhnya murupakan implementasi belaka dari bauran pemasaran (marketing mix), yang meliputi 4P/4C. Maka untuk merubah bauran pemasran menjadi program komunikasi pemasaran pertama-tama yang harus dihitung adalah anggaran biaya. Kemudian kedua, perusahaan juga harus memutuskan bagaimana membagi dana total untuk pemasarana itu kedalam berbagai alat bauran pemasraan: produk, harga, promosi dan distribusi (place). Seterusnya pemasaran harus memutuskan alokasi anggaran pemasaran untuk berbagai produk, saluran distribusi, media promosi, dan daerah penjualan.
Alat bauran pemasaran yang paling mendasar dalam hal ini adalah produk, tawaran berupa kualitas, rancangan, bentuk, merek dan kemasan. Disamping itu harga juga menjadi factor yang dominan (Kottler, 100).
Sementara itu dalam proses komunikasi pemasaran setidaknya meliputi beberapa rangkaian seperti disyaratkan dalam komunikasi dua langkah (two-step flow communication) karena hadirnya feed back. Bermula dari sumber pemasaran (pemasar) pesan komunikasi pemasaran dirubah menjadi kode (Encoding) lewat berbagai jalinan lembaga atau orang, meliputi: agency iklan, tenaga penjualan, personal selling, sales promotion, publik reliton, direct marketing dan seterusnya. Dari sini, pesan komunikasi pemasaran kemudian dipancarkan (ditransmisikan) lewat radio, tv, surat kabar, majalah dan brosur. Seterusnya, pesan itu akan di decoding atau diinterprtetasikan oleh penerima (decoder) yang akan melakukan destinasi dan terakhir si individu itu akan berbuat sesuatu sehingga disebut perilaku konsumen. Perilaku konsumen itu selanjutnya akan dijadikan umpan balik bagi para pemasar untuk merumuskan kebijakan baru dalam bidang komunkasi pemasaran.
Dalam kasus perang promosi dan iklan para produsen toiletries itu, Zwitsal nampaknya menempuh strategi yang relatif berbeda disbanding kompetitor lainnya. Zwitsal memberi ruang feed back yang sangat longgar. Jenis produknya sendiri tidak mengalami banyak perubahan, namun untuk menghadapi para pesaingnya, ia membenahi kemasan produknya. Dulu, antara produk yang satu dengan yang lain kemassannya sama. Kini, tutup kemasan setiap produk Zwitsal diberi warna berbeda, seperti yang telah dilakukan JJ dan Cuddle. Selain itu tipografi tulisan Zwitsal pun juga diubah menjadi lebih langsing dan tidak terkesan kuno. Perubahan tutup botol, menurut Bambang Bhakti - Direktur Pemasaran PT. Prodenta Indonesia-, dimaksudkan untuk mengurangi kebingungan konsumen. "Dulu, karena model kemasan dan warna penutupnya sama, konsumen sering keliru. Mau membeli baby oil, yang dibawa pulang sampo."
Dari beberapa analisa tersebut program komunikasi pemasaran dapat dipastikan merupakan proses komunikasi seperti pada disiplin ilmu komunikasi, terutama model Wilbur Schramm atau SMCR model, yang terjadi dalam bidang pemasaran.
ANALISA III
D. PERILAKU KONSUMEN TERHADAP PRODUK SUATU PERUSAHAAN
Kotler merumuskan perilku pembelian konsumen itu dipengaruhi oleh factor-faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis dengan pengaruh yang paling luas pada factor budaya (Ketler, hal 183)
Sedangkan Noorsaleh menjelaskan bahwa perilaku konsumen (consumer behaviour) itu mempunyai beberapa karakter:
1. Konsumen seharusnya dianggap sebagai titik sentral pemasaran
2. Pemasar harus mempelajari apa yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen.
3. Apa saja aspek-aspek yang mempengaruhi konsumen secara individu. Dan
4. Karakter konsumen itu harus dijadikan penuntun pemasar dalam menagmbil kebijakan pemasaran dan pengambilan keputusan.
Di sisi lain ada tiga factor yang mempengaruhi pilihan konsumen, yaitu:
1. Konsumern individual: pilihanmembeli mereka dipengqartuhi hal-hal uang ada pada diri mereka (kebutuhan, persepsi, sikap, demografi dst.)
2. Lingkungan: (interaksi sosial, tetangga, teman atau yang dalam istilah komunikasi biasa disebut significant others).
3. Stimuli/strategi pemasaran: iklan, harga, distribusi dan Promosi.
Dalam kasus telaah produk teletroies bayi ini, karena setiap keluarga kebanyakan memiliki lebih dari satu bayi atau anak, maka dapat diindikasinya adanya kebiasaan atau perilkau konsumen yang bersifat ajeg. Apalagi lingkungan dan significant other turut serta dalam mempengarhuhi perilkau habitual ini, yang mempunyai ciri:
a. Perilaku yang sudah menjadi biasa atau melakuakan pembelian rutin.
b. Tanpa disertai dengasn pencarian informasi dan evaluaasi terhadap prioduk atau merek.
c. Konsumen cenderung loyal terhadap produk.
d. Perilaku konsumen sifatnya berulang-ulang.
Dari beberapa karakter, sifat atau cirri perilaku habitual itu selanjutnya akan berimplikasi secara strategis terhadap:
Tidak semua produsen atau perusahaan toiletries berpernag habis-habisan pada ranah price ini, Penampilan paling kalem di tampilkan Cussons. Bedak cussons misalnya, yang berisi 80 gram harganya hanya Rp. 485, sedang kan Zwitsal dengan ukuran yang sama menjualnya dnegan harga Rp. 750, bedak Cuddle Rp. 675, dan JJ 75 gram harganya Rp. 595. Dengan strategi harga yang miring dibandingkan kometitornya dan malah ditambah aroma parfum yang lebih kuat, membuat Cussonn ini bsa menguasai pasaran menengah ke bawah.
a. Distribusi Produk
Produk atau merek harus siap tersedia ditempat-tempat penjualan (untuk kemudahan konsumen)
b. Kategori Produk
1. Sifat produknya cepat habis
2. Cenderung barang konsumtif
3. Mampu memenuhi fungsi/manfaat dasar produk.
c. Iklan dan Promosi
1. Iklan yang ditampilkan sesering mungkin
2. Iklan dirancang sebagai pengingat dalamdurasi pendek.
3. Tata letak produk mudahdilihat pengunjung.
d. Harga
1. Konsumen peka terhadap harga.
2. konsumen cenderung senang dengan potongan harga, kupon dst.
Dari kerangka dasar yang bersifat teoritis ini, para produsen toiletries bayi di Indonesia sudah barang pasti, pertama-tama menganalisa karakter sosial budaya bangsa Indonesia. Misalnya dari strata sosial ekonomi, dengan menggolongkan masyarakat menjadi kelas atas, menengah dan bawah. Jika sudah diketahui besaran prosentasenya dan diketahui karakter konsumsinya maka tinggal menentukan akan dilempar ke kelas yang mana suatu produk dipasarkan. Telaah yang bersifat demografis ini tentu saja disatu sisi berhubungan dengan harga suatu produk dan disisi yang lain amat berkaitan dengan kualitas produk.
Zwitsal dan Cuddle, selama ini membidik kalangan menengah-atas yang biasanya tak terlalu peduli soal harga. Konsumen kelas ini memntingkan kualitas produk dan prestise sosial. Maka biasanya loyalitas mereka terhada syauatu produk cukup tinggi. Tetapi jumlah konsumen di lapis ini tentusja tidak sebesar lapis menengah-bawah.
Maka dengan harga yang miring dan adanya sentuhan aroma parfum yang lebih kuat, Cusson menjadi pemenang dalam perebutan pangsa pasar menengah ini. Apabila kemudian jumlah produk yang berhasil dijual juga naik seiring dengan kenaikan jumlahpangsa pasar, maka dapat diharapkan junmlah keuntungan yang akan diperoleh itu pun juga akan meningkat. Asumsi ini dapat dibuktikan dari data survey MARS pada bulan January-Februari 1994 di 5 kota besar Indonesia, yang menempatkan sabun Cusson sebagai leading market, atau pemilik pasar terbesar sebanyak 43,2 %. Di bawahnya JJ dan Zwitsal masing-masing menguasai 24 %, sedang si pendatang baru Cuddle mencuri pasar sebesar 4 %.
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan secara teoritis seperti pada latar belakang masalah, kemudian rumusan masalah dan analisa pada studi kasus di atas, dapat diambil kesimpulan :
1. Barang-barang yang berhubngan dengan kelahiran seorang bayi akan senantiasa menjadi barang ekonimis, khususnya toiletries bayi.
2. Para produsen toiletries itu dituntut untuk mengembangkan strategi pemasaranperusahaan yang memenuhi bauran pemasaran meliputi 4 P, yaitu: Produk, Price atau harga, Promosi dan Place atau penempatan dan distribusi barang.
3. Para produsen juga dituntut untuk merumuskan komunikasi perusahaan yang setidaknya memenuhi azas komunikasi Wilbur Schramm, yaitu adanya produsen sebagai sumber komunikasi, kemudian memakai lembaga agency dan publik relation sebagai encoding, yang menyiarkan pesan komunikasi itu lewat media masa dan seterusnya akan dirubah atau diinterpretasikan pesan itu oleh penerima.
4. Untuk mengetahui model penerimaan atau interpretasi oleh konsumen itu maka pihak perusahaan perlu merumuskan perilaku konsumen, yang oleh Katler disebutkan terpengaruh oleh struktur sosial, budaya pribadi dan psikologis.
KESIMPULAN
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan secara teoritis seperti pada latar belakang masalah, kemudian rumusan masalah dan analisa pada studi kasus di atas, dapat diambil kesimpulan :
1. Barang-barang yang berhubngan dengan kelahiran seorang bayi akan senantiasa menjadi barang ekonimis, khususnya toiletries bayi.
2. Para produsen toiletries itu dituntut untuk mengembangkan strategi pemasaranperusahaan yang memenuhi bauran pemasaran meliputi 4 P, yaitu: Produk, Price atau harga, Promosi dan Place atau penempatan dan distribusi barang.
3. Para produsen juga dituntut untuk merumuskan komunikasi perusahaan yang setidaknya memenuhi azas komunikasi Wilbur Schramm, yaitu adanya produsen sebagai sumber komunikasi, kemudian memakai lembaga agency dan publik relation sebagai encoding, yang menyiarkan pesan komunikasi itu lewat media masa dan seterusnya akan dirubah atau diinterpretasikan pesan itu oleh penerima.
4. Untuk mengetahui model penerimaan atau interpretasi oleh konsumen itu maka pihak perusahaan perlu merumuskan perilaku konsumen, yang oleh Katler disebutkan terpengaruh oleh struktur sosial, budaya pribadi dan psikologis.









0 comments:
Posting Komentar